LANDASAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum merupakan wahana belajar-mengajar yang dinamis sehingga perlu
dinilai dan dikembangkan secara terus-menerus dan berkelanjutan sesuai dengan
perkembangan yang ada dalam masyarakat (Depdikbud, 1986:1). Pengembangan kurikulum
adalah suatu proses yang menentukan bagaimana pembuatan kurikulum akan
berjalan. Bond dan Wiles (1989:87) mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum
yang terbaik adalah proses yang meliputi banyak hal yakni: (1)
kemudahan-kemudahan suatu analisis tujuan, (2) rancangan suatu program, (3)
penerapan serangkaian pengalaman yang berhubungan; dan (4) peralatan dalam
evaluasi proses ini. Secara singkat, pengembangan kurikulum adalah suatu
perbuatan kompleks yang mencakup berbagai jenis keputusan (Taba, 1962:6).
Pengembangan kurikuum mengacu pada tiga unsur, yaitu: (1) nilai dasar
yang merupakan falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya; (2) fakta emperik
yang tercermin dari pelaksanaan kurikulum, baik berdasarkan penilaian
kurikulum, studi, maupun survei lainnya; dan (3) landasan teori yang menjadi
arahan pengembangan dan kerangka penyorotnya (Depdikbud, 1986:1).
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh
terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam
pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat
dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan
landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan
penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada
landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu
sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses
pengembangan manusia.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat
landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2)
psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi..Untuk
lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan
tersebut.
1. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan
kuikulum. Filsafat boleh juga didefinisikan sebagai sebuah studi tentang:
hakikat realitas, hakikat ilmu pengetahuan, hakikat sistem nilai, hakikat nilai
kebaikan, hakikat keindahan, dan hakikat pikiran (Winecoff, 1988: 13). Sama
halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran
filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme,
progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa
berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai
terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk
kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi
dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan
kurikulum.
- Perenialisme lebih menekankan pada keabadian,
keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak
sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang
memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat
pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
- Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan
budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar
dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata
pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang
berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme,
essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
- Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai
sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan
seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan :
bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
- Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani
perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman
belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan
belajar peserta didik aktif.
- Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari
aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan
sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual
seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan
tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan
mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan
melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari
pada proses.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme,
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan
Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme
memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi.
Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan
Model Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan
dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan
kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk
lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait
dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan
khususnya di Indonesia,
tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu
dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
2. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa
minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum
yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu
berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang
hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan,
tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan
perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar
mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek
perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella
Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan
pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari
seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif
dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe
kompetensi, yaitu :
a. Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara
konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
b. Bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara
konsisten berbagai situasi atau informasi.
c. Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;
d. Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
e. Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik
maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis
terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan
pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang,
sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam
serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan
dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk
menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih
sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E.
Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta
didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan
karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan
kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5)
pertumbuhan dan perkembangan kognitif.
3. Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan
pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil
pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta
didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk
pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta
nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di
masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan
pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan
diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala
karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi
pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul
manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi
justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun
kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan
harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan
perkembangan yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki
sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan
antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya
adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para
warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya,
politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga
masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan
perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)
mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu,
turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan
datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah
seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan
sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional
maupun global.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan
mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus
berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin
berkembang
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu
yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap
mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan
dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20,
pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang
pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan
teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban
manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat
pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan
keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang
berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini,
diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat
dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus
dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang
disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan
belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan
menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif
terhadap ketidakpastian..
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu
merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat
mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup
manusia.
Landasan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni. Nana Sy.
Sukmadinata (1988:82) mengemukakan bahwa pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi secara langsung akan menjadi isi/materi pendidikan. Perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) juga dimanfaatkan untuk memecahkan
masalah pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø
Daeng Sudirwo. 2002 Otonomi
Perguruan Tinggi Hubungannya dengan Otonomi Daerah. Manajerial. Vol .01.
No1:72-79
Ø
Deddiknas. 2003. Standar
Kompetensi Bahan Kajian; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
Ø
________. 2003. Kegiatan
Belajar Mengajar yang Efektif; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta:
Puskur Balitbang
Ø
________. 2003. Penilaian
Kelas; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
Ø
E. Mulyasa.2003. Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Ø
_________. 2004.
Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja
Rosdakarya.
Ø
_________. 2006. Kurikulum
yang Disempurnakan. Bandung
: P.T. Remaja Rosdakarya
Ø
Nana Syaodih Sukmadinata.
1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
Ø
Permendiknas No. 22, 23 dan
24 Tahun 2007
Ø
Tim Pengembang MKDK
Kurikulum dan Pembelajaran.2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.
Ø
Uyoh Sadulloh.1994.
Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung:
P.T. Media Iptek